Thứ Ba, 17 tháng 1, 2017

Sungguh Memalukan Sekali Perbuatan Wanita Ini B*r*b*ngan Dengan Seekor Babi Hingga Hamil

Pak Kyai, gimana hukumnya orang yang telah mensetubuhi ayam, tapi hanya baru masuk dakarnya saja belum sampai (maaf ed.) dikocok-kocokan sampai mengeluarkan mani. Itu gimana hukumnya mohon jawabanya Pak Kyai?
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du


 
Meskipun ketika melakukannya, tidak sampai keluar mani. Para ulama berbeda pendapat, apakah pelaku dibunuh ataukah dipenjara.
Ulama yang berpendapat pelaku dihukum bunuh, berdalil dengan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ
Siapa saja yang kalian jumpai bersetubuh dengan binatang, maka bunuhlah dia dan bunuh hewan yang jadi korban.” (HR. Tirmidzi 1455, Abu Daud 4464, dan Ibn Majah 2564).
Hanya saja, hadis ini diperselisihkan kesahihannya oleh para ulama. Disamping itu, hadis ini bertentangan dengan keterangan Ibnu Abbas dalam riwayat lain, yang mengatakan:
من أتى بهيمة فلا حد عليه
Siapa yang bersetubuh dengan binatang , tidak ada hukuman khusus untuknya.” (HR. Tirmidzi, setelah hadis no. 1455).
Artinya, syariat tidak menetapkan hukuman khusus untuknya, tapi hukuman untuk pelaku tindakan ini dikembalikan kepada kebijakan pemerintah. Seperti penjara atau didera.
Selanjutnya, at-Tirmidzi mengatakan:
وَهَذَا أَصَحُّ مِنَ الحَدِيثِ الأَوَّلِ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ، وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ، وَإِسْحَاقَ
Hadis ini lebih kuat dari pada hadis pertama (hukuman bunuh untuk pelaku setubuh dengan binatang). Para ulama mengamalkan hadis ini, dan pendapat ini yang dipegang oleh Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah.” (Jami Tirmidzi, 4:57).
Pendapat kedua inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. Dan inilah pendapat yang lebih kuat, insya Allah. Bahwa pelaku tindakan menyetubuhi binatang, tidak dibunuh tapi dihukum sesuai kebijakan pemerintah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 24:33).

Mengapa binatang yang menjadi korban harus dibunuh?

Sejatinya ada perselisihan di sini.
Pertama, Mayoritas ulama –Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah– berpendapat bahwa binatang yang menjadi korban tidak dibunuh. Andaipun disembelih, boleh dimakan, jika termasuk binatang yang halal dimakan.
Kedua, pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan menilai hewan ini haram untuk dimakan.
Ketiga, Madzhab Hanbali dan sebagian syafiiyah,  bahwa hewan ini dibunuh. Bahkan sebagian syafiiyah menegaskan bahwa hewan itu haram dimakan, meskipun dia termasuk binatang yang halal dimakan. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas:
من وقع على بهيمة فاقتلوه واقتلوا البهيمة
Siapa yang bersetubuh dengan binatang maka bunuhlah dia dan hewan yang menjadi korbannya.”
Keterangan Ibnu Abbas bahwa tidak ada hukuman khusus bagi pelaku, hanya menghilangkan status hukuman bagi pelaku. Sementara perintah membunuh hewannya tetap berlaku. Allahu a’lam.

Apa hikmah membunuh binatang ini?

Dalam riwayat Tirmidzi dan Abu Daud, setelah menyampaikan hadis ini, Ibn Abbas ditanya: “Mengapa binatang itu turut dibunuh?”
Beliau menjawab:
ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم في ذلك شيئا، ولكن أرى رسول الله كره أن يؤكل من لحمها أو ينتفع بها وقد عمل بها ذلك العمل
“Saya tidak pernah mendengar keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Namun saya lihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci orang makan dagingnya atau memanfaatkan hewan ini. Dan hal itu telah diamalkan.”
Dalam Tuhfatul Ahwadzi dinyatakan:
“Ada yang mengatakan, agar tidak terlahir binatang dengan wajah manusia. Ada juga yang mengatakan, agar pelaku tidak mengalami kesedihan berlebihan di dunia, disebabkan melihat korbannya masih hidup.” (Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Tirmidzi, 5:16).
Allahu a’lam
Referensi:
– Fatwa Islam, no. 112173
– Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 125989
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)


Không có nhận xét nào:

Đăng nhận xét