Thứ Ba, 17 tháng 1, 2017

Gara-gara Bercanda 'Ada Bom', Dua Wanita Jamaah Umrah Asal Jatim Ditahan di Arab

Nasib dua jamaah umrah asal Pasuruan yang tertahan di Jeddah, Triningsih Kamsir Warsih (50) warga Dusun Pilangsari, Desa Beji, Kecamatan Beji dan Umi Widayani Djaswadi (56) warga Jalan Bendosolo, Desa Pogar, Kecamatan Bangil, semakin memprihatinkan.
Informasi terakhir, keduanya dimasukkan ke dalam sel tahanan atau penjara wanita di Jeddah yakni Sijjin Islakhiyah, Dahbah, Jeddah.
Keduanya tidak bisa pulang ke Indonesia setelah diduga membawa barang membahayakan alias bom. Padahal, kala itu, Umi hanya berniat bercanda dengan pramugari yang menanyakan isi tas yang sangat berat.
"Hari ini, informasinya penyidikan terakhir," kata Mustain, manajer area Sepinggan travel yang sebelumnya bernama Hijrah Travel saat ditemui Surya, Selasa (17/1/2017).
Dia mengatakan, sesuai dengan ketentuannya, hari ini tepat satu minggu jamaahnya itu Umi dan Tri Ningsih ditahan. Hari ini pula, adalah jadwal terakhir pemeriksaan sekaligus penentuan nasib dari dua orang tersebut.
"Kalau hari ini penyidik kepolisian Jeddah menyatakan ada indikasi pelanggaran yang dilakukan keduanya, maka kasus ini akan berlanjut ke persidangan," katanya.
Semisal sampai naik persidangan, kata Mustain, maka besar kemungkinan Umi Widayani dan Triningsih akan lebih lama tinggal di Jeddah, karena mereka akan menjalani masa hukuman.
Namun, jika penyidik menyatakan tidak ada indikasi pelanggaran , maka keduanya akan dibebaskan.
"Kalau dinyatakan tidak bersalah, keduanya akan pulang lebih cepat. Kami berharap semoga mereka bisa cepat pulang ke Pasuruan," terangnya.
Dia menjelaskan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Konjen Indonesia di Jeddah.
Bahkan, ia menyatakan sudah menghubungi perwakilan Konjen Heri Syafaruddin, di malam saat pesawatnya delay akibat pihak maskapai dan otoritas bandara melakukan pemeriksaan terhadap pesawat Royal Brunei Airlines yang diisukan ada bom akibat guyonan Umi saat ditanya pramugari.
"Jawabannya, ya siap back up dan membantu sepenuhnya. Bahkan, perwakilan sudah menerima data dua jamaahnya tersebut," ucapnya.
Menurut Mustain, pihaknya juga sudah melayangkan surat permohonan pengampunan atas kegaduhan yang disebabkan oleh Umi dan Tri saat berada di dalam pesawat Royal Brunei Airlines jelang kepulangannya ke Indonesia.
"Belum ada jawaban. Tapi saya akan terus berusaha untuk memperjuangkan nasib dua jamaah saya ini. Saya akan kontak terus sama teman - teman saya di Jeddah nanti," jelasnya.
Mustain berharap, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama membantu pemulangan dua jamaah ini. Ia menjelaskan bahwa kondisi ini bukan lagi ruang lingkup kecil, artinya pemerintah harus membantu karena kaitannya dengan hubungan antar negara.
"Kami berharap ada bantuan untuk proses pemulangan dua jamaah asal Pasuruan ini. Agar dimudahkan dan tidak dipersulit," tandasnya.
Mustain beralasan, bahwa Umi maupun Tri ini memang tidak terbukti membawa benda mencurigakan, bom atau bahan peledak. Ia menyebut bahwa apa yang diucapkan Umi saat itu hanya spontanitas dan tidak ada niatan apapun.
"Kalau saya dengar dari Bu Umi itu, pramugarinya bertanya menggunakan bahasa melayu, tasnya kok berat bu, isinya apa? Bu Umi menjawab kalau dari Arab ya jelas membawa oleh - oleh, masa bawa bom," imbuhnya.
Dari guyonan itulah, kata Mustain, akhirnya, pramugari melapor ke kokpit dan pilot langsung menghubungi petugas keamanan dan otoritas bandara yang intinya menginformasikan ada ancaman bom di dalam maskapai Royal Brunei Airlines.
"Petugas datang dan membawa bu Umi dan Tri ke ruang khusus beserta tas Bu Tri," katanya.
Setelah itu, pihak maskapai menyatakan ada delay keberangkatan menuju Indonesia dengan alasan akan ada pemeriksaan ulang.
Pemeriksaan itu berlangsung lama, kurang lebih 15 jam. Bahkan, ia menyebut, dirinya bersama jamaah lainnya diinapkan di hotel bandara untuk istirahat.
"Saya sempat menginap di hotel menunggu pemeriksaan ulang pesawat dan pemeriksaan terhadap bu Tri , bu Umi dan isi di dalam tas bu Tri," paparnya.
Awalnya, jadwal keberangkatan ke Indonesia itu pada 11 Januari 2017 pukul 18.30. Namun, karena ada insiden itu, pesawat baru dinyatakan aman dan diterbangkan ke Indonesia pada 12 Januari sekitar pukul 09.00 waktu setempat.
"Tapi waktu mau pulang itu, kami justru tidak tahu kalau petugas keamanan akan menahan dua jamaahnya. Saya baru tahu kalau mereka ditahan, 20 menit sebelum pesawat take off," jlentrehnya.
Ia mengaku sempat kaget, mengingat dari awal tidak ada pemberitahuan dari pihak bandara dan petugas keamanan Jeddah untuk menahan dua jamaahnya.
Ia pun juga tidak curiga. Sebab, anak pertama Umi Widayani, Lyan Widia juga sempat memberikan kabar bahwa pemeriksaan sudah selesai.
"Sudah selesai kata anak bu Umi itu. Makanya saya juga kaget kalau ternyata tidak diperbolehkan terbang," paparnya.
Mustain menambahkan, pada intinya, tas yang dibawa bu Tri itu memang bukan berisi bom atau bahan peledak. Di dalamnya, murni berisi kurma dan air zam - zam. Namun, kepolisian Jeddah mungkin memiliki pemahaman lain. Maka, dua orang kliennya ditahan di Jeddah untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Ya gak mungkin ada bomnya. Emang niatnya itu hanya bercanda saja," tandasnya.
Sekadar diketahui, Umi Widayani dan Tri Ningsih merupakan satu keluarga. Mereka berangkat bersama empat orang yakni bersama Mohammad Andono (60) kakak pertama Umi Widayani, Umi Widayani, Tri Ningsih, dan Lyan Widia anak pertama Umi Widayani.
Hanya Mohammad Andono yang pulang ke Pasuruan. Lyan Widia memang tidak terlibat dan sebenarnya diperbolehkan untuk pulang.
Namun, Lyan nekat bertahan di Jeddah mendampingi sang ibu yang sedang tersandung masalah. Jadi, dari empat orang, ada tiga orang yang masih di Jeddah. Dua orang diantaranya masih ditahan di penjara wanita. (Galih Lintartika)

Không có nhận xét nào:

Đăng nhận xét